Kamis, 28 Oktober 2010

QS. Al Ankabuut : 43

šù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $ygç/ÎŽôØnS Ĩ$¨Z=Ï9 ( $tBur !$ygè=É)÷ètƒ žwÎ) tbqßJÎ=»yèø9$# ÇÍÌÈ

Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu

Full Name : Muhammad Ihsan Hadzami

Date of Birth : Jakarta, 16 Januari 1990

Postal Address : Jl.A Duri Raya Rt 005/01 No.123 11510 Kel.Duri Kepa Kec.Kebon Jeruk Jakarta- Barat 11510

Phone (Office) : +6283-899162-760

Phone (HP) : +6297-9415-079

Social Network :

- Email & Facebook : ihsan_prasasty@yahoo.com

- Twitter : Ichan_dunK2

- Blogger : http//:ichanibenk2.blogspot.com

“A Drop Of Ink Can Move A Million People To THINK”

BAB I

PENDAHULUAN

Investasi merupakan salah satu kunci dalam setiap pembicaraan tentang pertumbuhan ekonomi. Wacana pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja baru serta penanggulangan kemiskinan pada akhirnya menempatkan investasi sebagai pendorong utama mengingat perekonomian yang digerakkan oleh konsumsi diakui sangat rapuh terutama sejak tahun 1997. Menurut Mudrajad (2000), Potensi Indonesia bagi investasi adalah sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran maupun sisi permintaan (Nafisatul, 2007).

Dari sisi pasar modal, penerbitan sukuk muncul sehubungan dengan berkembangnya institusi-institusi keuangan syariah, seperti asuransi syariah, dana pensiun syariah, dan reksa dana syariah yang membutuhkan alternatif penempatan investasi. Produk syariah dapat dinikmati dan digunakan siapa pun, sesuai falsafah syariah yang sudah seharusnya memberi manfaat (maslahat) kepada seluruh semesta alam. Di sinilah hal yang menarik, karena ternyata yang menjadi, investor obligasi syariah tidak hanya berasal dari institusi-institusi syariah saja, tetapi juga investor konvensional. Investor konvensional akan tetap bisa berpartisipasi dalam obligasi syariah, jika dipertimbangkan bisa memberi keuntungan kompetitif, sesuai profil risikonya, dan juga likuid.

Tak berhenti sampai di tingkat korporasi, sukuk juga dilirik pemerintah untuk menjadi salah satu instrumen pengimpun dana dari masyarakat. Undang-undang mengenai Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) telah disahkan bulan ini dan rencananya mulai dikeluarkan Oktober nanti. Pada dasaranya, draft UU SBSN hampir sama dengan UU Surat Utang Negara (SUN), hanya saja ada tambahan beberapa pasal mengenai akad, antara lain akad ijarah, mudarabah, musyarakah, istisna’, dan akad serta kombinasi dari dua atau lebih akad

Setelah lama dinanti oleh pihak Perbankan Syariah terhadap peraturan baru untuk menggantikan SWBI yang dirasakan kurang pada return yang diberikan oleh Bank Indonesia, akhirnya Bank Indonesia menerbitkan sebuah peraturan baru sebagai pengganti peraturan yang lama yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/7/PBI/2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBI Syariah).

Penerbitan Peraturan Bank Indonesia ini mempunyai dasar pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 63/DSN-MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonsia Syariah (SBI Syariah) dan Fatwa Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 64/DSN-MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah untuk menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBI Syariah) berdasarkan akad Ju’alah. Hal ini ditegaskan kembali pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 tentang Operasi Moneter Syariah pada Pasal 4 ayat (2) yang menerangkan bahwa “Pemenuhan prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam bentuk pemberian fatwa dan/atau opini Syariah oleh otoritas fatwa yang berwenang”.

Adapun pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah berdasarkan Peraturan Bank Indonseia Nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah surat berharga berdasarkan prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (Pasal 1 ayat (4) ). Sedangkan tujuan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah ini ditujukan sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip Syariah (Pasal 2 Peraturan Bank Indonseia Nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah).

Dengan dikeluarkan keduanya yaitu Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) selain sebagai kebijakan moneter yaitu Oprasi Pasar Terbuka, akankah SBSN dan SBIS bisa meningkatkan Penanaman Modal Dalam Negeri.

BAB II

Pengaruh Surat Berharga Syariah Negara dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Terhadap PDB di Indonesia

A. INVESTASI

1. Pengertian Investasi

Kata investasi merupakan kata adopsi dari bahasa inggris, yaitu investment. Kata invest sebagai kata dasar investment yang berarti menanam. Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary, kata investment didefinisikan sebagai “ to make use of make use of for future benefit or advantages or advantages and commit (money) in order to ernn a financial return”. Dalam kamus istilah bsinis investasi diartikan sebagai penananman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan.

Investasi keuangan menurut syari’ah harus terkait secara langsung dengan suatu asset atau kegiatan usaha yang spesifik dan menghasilkan manfaat, karena atas manfaat tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Melakukan aktivitas investasi dan investor institusional, terdiri dari perusahaan-perusahaan (misalnya asuransi, bank, dan lainya) yang melakukan aktivitas investasi.

Tujuan dasar investasi adalah untuk menghasilkan sejumlah dana (uang). Tujuan yang lebih luas untuk meningkatkan kesejahteraan investor (kesejahteraan moneter), yang bisa diukur dengan pendapatan saat ini ditambah dengan pendapatan masa datang. Tujuan khusus investasi diantaranya :

1) Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dimasa datang, seorang bijak berfikir bagaimana untuk meningkatkan tau mempertahankan tarag hidupnya dari waktu ke waktu, bagaimana agar masa datang akan lebih baik.

2) Mengurangi tekanan inflasi. Investasi dalam kepemilikan asset misalnya, dapat terhindar dari penurunan nilai akibat inflasi.

3) Dorongan untuk menghemat pajak, beberapa Negara telah memberikan fasilitas perpajakan untuk mendorong investasi di bidang usaha tertentu.

2. Komponen-Komponen Pengeluaran Investasi

Pengeluaran investasi dibedakan menjadi empat komponen yaitu (Sadono, 2005) :

a) Investasi perusahaan-perusahaan swasta

b) Investasi yang dilakukan oleh pemerintah

c) Investasi untuk mendirikan tempat tinggal

d) Investasi atas barang-barang inventaris

B. SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA

1. Pengertian Surat Berharga Syariah Negara

Definisi SBSN “... atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing". Menurut UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, SBSN diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat, yang terdiri dari enam jenis akad ijarah, mudarabah, musyarakah, istishna’, lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan kombinasi dari dua atau lebih.

Dasar hukum pelaporan keuangan menurut Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah peraturan perundang-undangan. Pelaporan instrumen keuangan seperti SUN dan SBSN dalam laporan keuangan didasari oleh UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Tata cara pelaporan, baik pengukuran dan pengungkapan, secara teknis akan diatur oleh KSAP dalam pernyataan yang dikeluarkannya. Berdasarkan proyeksi dan berbagai langkah kebijakan, sebagian besar defisit dalam APBN Tahun Anggaran 2010, akan dibiayai dari SBN sejumlah 104,43 triliun rupiah.

2. Tujuan Penerbitan Sukuk Negara (SBSN)

· Memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara;

· Mendorong pengembangan pasar keuangan syariah;

· Mengembangkan alternatif instrumen investasi;

· Mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara;

· Memanfaatkan dana-dana masyarakat yang belum terjaring oleh Sistem perbankan konvensional

3. Keuntungan dan Kelebihan Surat Berharga Syariah Negara Sedangkan keuntungan ataupun kelebihan berivestasi dalam Sukuk Negara antara lain:

a. memberikan penghasilan berupa imbalan atau nisbah bagi hasil yang kompetitif bila dibandingkan dengan instrumen yang lain.

b. pembayaran nilai nominal dan imbalan sampai dengan sukuk jatuh tempo dijamin oleh Pemerintah.

c. dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.

d. memungkinkan diperolehnya tambahan penghasilan berupa margin (capital gain).

e. aman dan terbebas dari riba (usury), gharar (uncertainty), dan maysir (gambling)

f. pilihan tepat berinvestasi dengan cara yang lebih sesuai dengan syariat islam.

C. SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH

1. Pengertian dan Karakteristik SBI Syariah

Berdasarkan Peraturan Bank Indoonesia No. 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah ( selanjutnya disingkat SBIS), bahwa definisi SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syari’ah berjangka waktu pendek dalammata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Hal ini sedikit berbeda dengan SBI Konvensional yang diterbitkan melalui lelang dengan tingkat diskonto yang berbasis bunga (interest), sedangkan SBIS diterbitkan menggunakan akad/kontrak transaksi ju’alah. Akad ju’alah adalah jani atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadah/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu perkerjaan. Para peserta yang diperbolehkan untuk mengikuti lelang SBIS diantaranya Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha SYari’ah (UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS. Ketentuan lainya, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia.

2. Ketentuan dan Mekanisme Penerbitan SBI Syariah

Berdasarkan farta DSN-MUI dan peratiuran Bank Indonesia, instrument SBIS dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme lelang sebagaimana hal ini pun diberlakukan bagi SBI konvensional. Berdasarkan Surat Edaran (SE) BI No.10/16/DPM Tanggal 31 Maret 2008 Tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang sebagaimana telah diubah (pada bagian BAb IV saja) dengan SE BI No.10/16/DPM Tanggal 31 Maret 2008 Tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang dan Surat Edaran Bank Indonesia No.10/16/DPM Tanggal 31 Maret 2008 Tentang Tata Cara Repo Sertifiikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia. Berikut ini adalah penjelasan atas hal-hal yang berkaitan dengan peraturan diatas.

Berkaitan dengan penatausahaan SBIS, sebagaimana yang telah dioperasikan terhadap SBI Konvensional, BI menggunakan sistem pencatatan dan penatausahaan secara elektronis yang dikenal dengan sistem BI-SSSS (Scriplees Securoties Settlement Sytem) atau Sistem Penyelesaian Surat Berharga Tanpa Warkat. Yaitu transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaanya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia- Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).

TANYA JAWAB

PERTANYAAN

JAWABAN

1. Apakah yang membedakan antara Sukuk

Negara Ritel dengan Surat Berharga Syariah

Negara (SBSN) seri IFR-001 dan IFR-002

SBSN seri IFR-001 dan IFR-002 diperuntukkan bagi investor institusi dengan nilai

pembelian minimal Rp1 miliar. Sedangkan Sukuk Negara Ritel diperuntukkan bagi

investor individu dengan nilai minimal pembelian Rp 5 juta dan kelipatannya.

2. Apakah bentuk transaksi yang digunakan

dalam Sukuk Negara Ritel tahun 2009?

Bentuk transaksi yang digunakan adalah Ijarah Sale and Lease Back. Transaksi

ini diawali dengan penjualan (sale) hak manfaat atas Barang Milik Negara kepada

investor yang melalui Perusahaan Penerbit SBSN (SPV), kemudian investor melalui

SPV menyewakan kembali (lease back) kepada Pemerintah. Sewa yang dibayarkan

oleh Pemerintah merupakan imbal hasil yang diterima oleh investor.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ghuddah, Abdul Sattar. “Sharikat al-Aqd wa Sharikat al-Milk wa Tatbiqatuha fi al-Sukuk”. Paper at Fifth Shari’ah Conference. Bahrain: Accounting and Auditing Organization of Islamic Financial Institutions (AAOIFI), 2007 MI Sigit Pramono dan A Aziz Setiawan.(2006), “Obligasi Syariah (sukuk) untuk Pembiayaan Infrastruktur : Tantangan dan Inisiatif Strategis”, Bahan Presentasi Seminar dan Kolokium Perkembangan Sistem Keuangan Syariah Ekonomi, September 2006.

Bahruddin, Baha kuliah, pada Program Studi Hukum Islam Konsentrasi Keuangan dan Perbankan Syariah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2008.

Jusmaliani ed., Investasi Syariah; Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik, Yogyakarta: Kreasi Wacana Yogyakarta, 2008.

Mochamad Aziz, Roikhan. ”Pemodelan Obligasi Syariah Indonesia Dan Malaysia Dengan Metode System Dynamics”. Disertasi pada Program Studi Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.

--------. ”Tinjauan Komparatif Obligasi Syariah Antara Indonesia Dan Malaysia”, Jurnal

Ekonomi dan Kemasyarakatan Equilibrium, Vol, 5, No. 2, January-April,Jakarta, 2008.

Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) NO: 36 /DSN-MUI/X/2002

www.gogle.com

www.bi.go.id

www.bkpm.go.id

Data Variabel

Data SBSN

Year

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

Sukuk Perusahaan

3

36.3

530

179.9

4537.06

5731.19

11358.89

24526.32

Sukuk Negara Syariah

0

250

800

1180

1479.35

706.5

2271.6

Total Sukuk

336.3

780

979.9

5717.06

7210.54

12065.39

26797.92

Pertumbuhan (%)

131.94

25.63

483.43

26.12

67.33

122.11

Sumber : www.bi.go.id

Data PMDN

Year

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

Proyek (unit)

300

160

108

120

130

215

162

Investasi (miliar)

22038,0

9890,8

12500,0

12247,0

15409,4

30724,2

20649,0

Pertumbuhan (persen)

35,3

55,1

26,4

- 2,0

25,8

99,4

- 32,8

Sumber : www.bkpm.go.id

Data SBIS

Year

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

911.33

952

282.66

1185.25

2237.16

1638.5

3199.5

Sumber : www.bi.go.id

Examination of the AAOIFI pronouncement on Sukuk issuance and its implication on the future Sukuk structure in the Islamic Capital Market

Dr. Ahcene Lahsasna & Umar Idris

Abstract

The Shariah compliant bond defined as “sukuk” has become one of the most dynamic tools for capital mobilization in both the Islamic and conventional capital markets. Its’ rapid growth and development has proved it to be a viable tool for raising capital in the international capital markets through Islamically acceptable structures. By the end of 2007 the total issues value was estimated at US$35 billion. However, the recent AAOIFI pronouncement on sukuk has created some fear among the investment sectors as well as the sukuk industry. The AAOIFI preannouncement? has resulted with the existence of additional standards that have to be observed by the issuers in order to comply with the Shariah rules and regulations. This has somehow slowed down the growth of the instrument in the first quarter of this year. Although the pronouncement has some impacts and implications on the sukuk industry, there is still an optimism of things getting better as it moved further. According to some of the statistics, sukuk issuance in the GCC region has increased by 17% last year to US$17 billion, which is 30% more than conventional paper debt. In this context the paper is trying to examine the AAOIFI pronouncement on the shariah compliance issues of sukuk structuring, its impacts and implications on the future issues.

Key terms:

Sukuk, primary market, secondary market, investment, AAOIFI shariah standards.

Conclusion

v The AAOIFI announcement is in line with the shariah rules and regulations.

v The concept AAOIFI announcement is mentioned indirectly by the standards, however the announcement is to emphasize more on the relevant issues.

v The AAOIFI announcement is to ensure the shariah compliant in sukuk issuance and trading.

v The sukuk industry is required to meet the requirement of AAOIFI announcement to ensure the marketability of the product, especially if it is for global market.

v The major focus of AAOIFI announcement is the following points:

  • The full ownership of sukuk holder
  • The real transfer of the ownership of the asset to the sukuk books
  • Sukuk must not represent debt or receivable unless it is a miexed portfolio
  • Prohibition of undertaking to offer loan to sukuk holder when there is a shortfall in expected earning
  • The permissibility of establishment of the reserve account for the benefit of the sukuk holders
  • The prohibition of undertaking to repurchase the assets with its nominal value.
  • The permissibility to undertake to purchase the asset in Ijarah Muntahia Bittamleek at the maturity of sukuk
  • Additional obligation and duties for shariah supervisory to ensure shariah compliant in investment of sukuk proceeds and in conversion of the proceeds into assets