Selasa, 27 Juli 2010

pengangguran, dan inflasi

BAB I

PENDAHULUAN

Seperti yang telah kita ketahui, bahwa bangsa indonesia banyak sekali mengalami masalah yang sekarang – sekarang ini yang paling hangat adalah pengangguran dan kenaikkan BBM. Semakin banyaknya pengangguran di Indonesia yang dari tahun ketahun bukannya berkurang malah semakin banyaknya pengangguran – pengangguran yang terjadi. Danjuga semakin beratnya beban kehidupan yang disertai dengan terjadinya inflasi di indonesia ini.

Dalam makalh ini akan membahas tentang hal – hal yang berkaitan tentang pengangguran dan inflasi, mengapa hal itu bisa terjadi. Didalam makalah ini saya akan menjelaskannya sedetail – detailnya.

LATAR BELAKANG

Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai mata kuliah Pengantar Makroekonomi semester dua ini, yang didalmnya membahas mengenai definisi pengangguran dan inflasi, macam – macam pengangguran dan inflasi, faktor – faktor apasaja yang dapat mengakibatkan terjadinya pengangguran dan inflasi dan akibat – akibat yag ditimbulkan. Maka makalah ini saya beri judul “ PENGANGGURAN DAN INFLASI “.

BAB II

1. DEFINISI PENGANGGURAN

Istilah pengangguran selalu dikaitkan dengan angkatan kerja ( labor force ). Angkata kerja adalah orang yang berusia 15 s/d 65 tahun. Meskipun demikian tidak semua orang yang berusia 15 s/d 65 tahun termasuk angkatan kerja, karena mereka tidak mau bekerja. Misalnya orang yang tidak memerlukan lagi pekerjaan karena sudah mempunyai kekayaan yang banyak, ibu – ibu rumah tangga dan orang yang masih sekolah atau kuliah. Dengan demikian yang disebut angkatan kerja dapat digolongkan sebagai berikut[1]:

a. Employed, semua orang yang mempunyai pekerjaan dan bekerja apa saja sehingga dapat memperoleh penghasilan.

b. Unemployed, orang yang tidak mempunyai pekerjaan atau tidak mempunyai penghasilan, tapi sedang berusaha mencari pekerjaan.

Berdasarkan teori kependudukuan[2] yang dimaksud dengan pengangguran adalah orang – orang yang usianya berada dalam usia angkatan kerja dan sedang mencari pekerjaan. Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara internasional[3], yang dimasukkan dengan pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara efektif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan.

Berdasarkan kepada definisi diatas, ibu – ibu, rumah tangga, mahasiswa dan anak – anak orang kaya yang sudah dewasa tetapi tidak bekerja, tidak digolongkan sebagai penganggur, sebabnya adalah karena tidak secara aktif mencari pekerjaan.

Rounded Rectangle: Usia Kerja  15 - 64 tahun 65 tahun " v:shapes="_x0000_s1033">Rounded Rectangle: Bukan angkatan kerja  ( Bukan pengangguran ) Rounded Rectangle: Angkatan Kerja

Rounded Rectangle: TOTAL  PENDUDUK

Penduduk usia kerja, tetapi tidak mencari

kerja dengan berbagai alasan, misalnya

Sekolah/kuliah dan ibu - ibu rumah tangga.

Rounded Rectangle: Bekerja

Rounded Rectangle: Tidak Bekerja (Penganggurn)

2. JENIS – JENIS PENGANGGURAN

2.1. Berdasarkan Penyebab / Ditinjau dari Interpretasi

Berdasarkan penggolongan ini dapat dibedakan menjadi beberapa pengangguran, yaitu[4]:

a. Pengangguran Normal atau Friksional (Frictional Unemployment )

Pengangguran yang disebabkan karena adanya keinginan pekerja untuk mencari pekerjaan yang lebih baik atau lebih sesuai. Pengangguran ini disebut sebagai pengangguran normal dan tidak dianggap sebagai masalah yang serius. Dalam perekonomian yang berkembang pesat, pengangguran adalah rendah dan mudah diperoleh. Sebaliknya, pengusaha susah memperoleh pekerja. Maka pengusaha menawarkan gaji yang lebih tinggi. Ini akan mendorong para pekerja akan untuk meninggalkan pekerjaannya yang lama dan mencari pekerjaan yang baru yang lebih tinggi gajinya atau lebih sesuai dengan keahliannya. Ada beberapa macam pengangguran friksional, diantaranya:

1. Tenaga kerja yang baru pertama sekali mencari kerja

2. Pekerja yang meninggalkan kerja dan mencari kerja baru

3. Pekerja yang memasuki lagi pasaran buruh

b. Pengangguran Siklikal ( Cyclical Unemployment )

Pengangguran yang disebabkan adanya fluktuasi/siklus dalam perkembangan bisnis atau dikarenakan oleh kemerosotan perekonomian suatu negara. Kemerosotan ekonomi bisa berasal dari dalam negeri dan bisa pula dari luar negeri, seperti konsumsi, investasi dan ekspor. Pengangguran seperti ini mirip seperti pengangguran musiman. Namun hal ini terjadi dalam jangka lebih panjang. Hal yang memberatkan lagi adalah bahwa belum tentu orang yang menikmati enaknya diperkerjakan pada masa ekonomi sibuk belum tentu mendapatkan tempat yang sama enaknya pada saat ekonomi membaik setelah terjadinya resesi. Apalagi kalau dia menjadi kalah bersaing untuk memperebutkan tempatnya semula. Pergeseran – pergeseran individual yang terjadi disamping penderitaan selama pengangguran merupakan problem yang lebih berat daripada dalam kasus pengangguran musiman.

c. Pengangguran Struktural

Pengangguran yang disebabkan adanya perubahan atau perkembangan teknologi dalam kegiatan ekonomi. Sehingga terdapat ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki dengan yang dibutuhkan lapangan kerja. Salah satu dampak dari kemajuan ekonomi adalah terjadinya perubahan dominasi peranan ekonomi yang dimainkan oleh setiap sektor dalam kegiatan produksi maupun dalam pemberian kesempatan pekerjaan. Banyak aspek pekerjaan yang mempunyai tuntutan atau persyaratan yang belu tentu dapat dipenuhi oleh limpahan tenaga kerja dari sektor atau subsektor lain. Hubungan kerjanya lebih formal, budaya kerjanya lebih kaku, dan hubungan sosialnya lebih impersonal. Diantara penyebab itu mungkin yang paling langsung adalah tuntutan keterampilan yang tidak dapat dipenuhi dalam waktu singkat.

d. Pengangguran Teknologi

Pengangguran yang ditimbulkan oleh penggunaan mesin dan kemajuan teknologi lainnya. Pengangguran ini dapat timbul karena adanya pergantian tenaga manusia oleh mesin – mesin dan bahan kimia. Dipabrik – pabrik adakalanya robot telah menggantikan kerja – kerja manusia.

2.2. Berdasarkan Cirinya

Berdasarkan kepada ciri pengangguran yang berlaku, pengangguran dapat pula digolongkan menjadi beberapa, diantaranya[5]:

1. Pengangguran Terbuka

Pengangguran ini tercipta sebagai akibat dari pertambahan pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Sebagai akibatnya dalam perekonomian semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Efek dari keadaan ini dalam suatu jangka masa yang cukup panjang mereka tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Jadi, mereka menganggur secara nyata dan sepenuh waktu, dan oleh karenanya dinamakan pengangguran terbuka.

2. Pengangguran Tersembunyi

Pengangguran ini terwujud disektor pertanian atau jasa. Setiap kegiatan ekonomi memerlukan tenaga kerja, dan jumlah tenaga yang digunakan tergantung kepada banyak faktor. Antara lain faktor yang perlu dipertimbangkan adalah: besar atau kecilnya perusahaan, jenis kegiatan perusahaan , mesin yang digunakan dan tingkat produksi yang dicapai. Kelebihan tenaga kerja yang digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi. Contoh, pelayan restoran yang lebih banyak dari yang diperlukan dan keluar petani dengan anggota keluarga yang besar yang mengerjakan luas tanah yang sangat kecil.

3. Pengangguran Bermusim

Pengangguran ini terdapat di sektor pertanian dan perikanan. Pada musim hujan penyadap karet dan nelayan tidak dapat melakukan pekerjaan mereka dan terpaksa menganggur. Pada musim kemarau pula para pesawah tidak dapat mengerjakan tanahnya. Disamping itu pada umumnya para pesawah tidak begitu aktif diantara waktu sesudah menanam dan sesudah menuai.

4. Setengah Menganggur

Di negara – negara berkembang penghijrahan atau migrasi dari desa ke kota adalah sangat pesat. Sebagai akibatnya tidak semua orang yang pindah ke kota dapat memperoleh pekerjaan dengan mudah.Sebagiannya terpaksa menjadi penganggur sepenuh waktu. Disamping itu ada pula tidak menganggur, tetapi tidak pula bekerja sepenuh waktu, dan jam kerja mereka adalah jauh lebih rendah dari yang normal. Mereka mungkin bekerja hanya satu hingga dua hari seminggu, atau satu hingga empat jam sehari.

2.3. Ditinjau dari dari Teori Ekonomi Makro

Jenis pengangguran dapat pula ditinjau dari teori ekonomi makro dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, diantaranya[6]:

a. Pengangguran Sukarela ( Voluntary Unemployment )

Pengangguran yang bersifat sementara, karena mereka mau tidak mau bekerja pada tingkat upah yang berlaku dan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik atau lebih cocok.

b. Pengangguran Terpaksa ( Involuntary Unemployment )

Pengangguran yang terpaksa diterima oleh pencari kerja, walaupun pada tingkat upah yang berlaku sesungguhnya masih bersedia/ingin bekerja.

3. TINGKAT PENGANGGURAN

Agar kita mengetahui besar kecilnya tingkat pengangguran dapat diamati melalui dua pendekatan antara lain sebagai berikut[7]:

a. Pendekatan Angkatan Kerja ( Labor force approach )

Besar kecilnya tingkat pengangguran dihitung berdasarkan presentase dari perbandingan jumlah antara orang yang menganggur dan jumlah angkatan kerja.

Tingkat Pengangguran = Jumlah yang menganggur x 100%

Jumlah angkatan kerja

b. Pendekatan Pemanfaatan Tenaga Kerja ( Labor utilization approach )

Untuk menentukan besar kecilnya tingkat pengangguran yang didasarkan pada pendekatan pemanfaatan tenaga kerja antara lain:
@ Pengangguran penuh ( unemployed ), yaitu sejumlah orang yang benar – benar sama sekali tidak bekerja atau tidak dimanfaatkan sama sekali. Pengangguran ini disebut juga open unemployed.

@ Setengah menganggur ( underemployed ), sejumlah orang yang bekerja belum dimanfaatkan secara penuh. Jam kerjanya dalam seminggu kurang dari 35 jam. Tingkat pengangguran tipe ini relatif besar. Pengangguran ini disebut juga disguise unemployed.

Jumlah angkatan kerja

L = PL – ( IR + MP + PP + PS )

Keterangan:

L = Jumlah tenaga kerja

PL = Penduduk lingkungan ( 15 – 64 tahun )

IR = Ibu rumah tangga yang tidak ingin bekerja

MP = Mahasiswa dan pelajar

PP = Pekerja yang sudah pensiun

PS = Orang yang tidak sekolah dan bekerja

4. DAMPAK PENGANGGURAN

Kegiatan perekonomian suatu negara selalu bertujuan agar tingkat kemakmuran masyarakatnya dapat dimaksimumkan dan perekonomian selalu mencapai pertumbuhan ekonomi yang mantap. Ataujuan ini tidak mungkin dapat dicapai jika tingkat pengangguran relatif tinggi. Tingginya tingkat pengangguran akan menimbulkan berbagai dampak yang bersifat negatif, baik terhadap kestabilan ekonomi maupun terhadap kestabilan sosial dan politik.

Dampak terhadap kestabilan ekonomi, pengangguran dapat mengganggu stabilitas perekonomian yaitu akan menurunkan atau melemahkan aggregate demand ( AD ) dan aggregate supply ( AS ). Semakin tinggi pangangguran akan memperkecil penghasilan yang diterima masyarakat. Hal ini akan mengurangi AD karena daya beli masyarakat turun. Berkurangnya AD akan menurunkan aktivitas dunia usaha, sehingga akan menekan produksi ke arah yang lebih rendah dan AS akan turun. Artinya jumlah produk nasional yang tersedia dan siap ditawarkan menjadi semakin sedikit dan bersifat langka. Ini akan memicu kenaikkan harga. Disamping itu, rendahnya AS akan memperparah situasi karena bisa saja terjadi PHK yang lebih besar dan akan mendorong tingkat pengangguran semakin tinggi.

Melemahnya AD dan AS jelas akan mengancam kestabilitas perekonomian. Hali ini telah berkali – kali terbukti dalam sejarah perekonomian dunia. Misalnya, depresi besar ( 1929 – 1933 ) oleh pakar ekonomi diakui desebabkan oleh melemahnya permintaan aggregate, krisis ekonomi asia timur ( 1998 ), termasuk yang dialami indonesia menurut Bank Dunia maupun IMF ( 1998 ) dapat dijelaskan dalam konteks interaksi melemahnya permintaan aggregate dan penawaran aggregate. Dampak dari pengangguran diantaranya[8]:

o Tingkat kesejahteraan masyarakt menurun, karena mereka kehilangan mata pencaharian.

o Pertumbuhan ekonomi turun, karena daya beli masyarakat turun akan menimbulkan kelesuan pengusaha untuk berinvestasi.

o Penerimaan pemerintah dalam bentuk pajak berkurang, karena tingkat kegiatan ekonomi rendah, objek pajak semakin sempit dan sumber penerimaan negara akan berkurang.

o GNP aktual yang dicapai lebih rendah daripada GNP potensial, karen faktor produksi tidak dimanfaatkan sacara optimal.

Pengangguran juga mempunyai dampak terhadap kestabilan sosial dan politik, diantaranya[9]:

Ø Berbagai masalah sosial dalam kehidupan masyuarakat seperti kriminalitas baik berupa kejahatan penipuan, pencurian, perampokkan, penyalah gunaan obat – obat terlarang ataupun kegiatan – kegiatan ekonomi illegal lainnya.

Ø Berbagai masalah politik, misalnya timbul rasa ketidakpuasan masyarakat kepada pemerintah yang berkuasa.

5. SETENGAH PENGANGGURAN

Luasnya kesempatan kerja dan angkatan kerja biasanya digambarkan oleh banyaknya penduduk yang bekerja dan banyaknya penduduk yang menawarkan atau mencari pekerjaan. Pekerjaan dianggap sebagai suatu mata pencaharian bersifat rutin. Jadi, bekerja satu jam dianggap mewakili. Agar aktual, referensinya harus untuk minggu yang lalu.

Jelas bahwa kesempatan kerja yang diukur dengan cara ini perlu dikoreksi oleh intensitas penggunaan tenaganya. Kenyataan bahwa tingkat pengangguran tidak beranjak jauh dari 2% mengandung implikasi bahwa tambahan pencari kerja yang baru selalu dapat ditampung oleh lapangan kerja yang ada. Hal semacam ini dimungkinkan karena sifat hubungan kerja informal yang berlaku di berbagai lapangan usaha. Oleh karena itu, kesempatan kerja perlu dihitung dengan metode Biro Pusat Statistik dan perlu dikoreksi oleh lebih lanjut oleh sifat informal hubungan kerja.

Bila anggapan bahwa tingkat pengangguran yang setinggi 4% masih dapat ditoleransi dan perekonomian masih dianggap full employment, maka angka 2% indonesia belum sampai pada tarafmenyediakan lapangan pekerjaan yang mantap. Salah satu masalah yang belum terungkap adalaha setengah pengangguran.

Seorang peneliti bernama Philip Hansen ( 1975 ) mengajukan 3 penyebab terjadinya setengah pengangguran yaitu[10]:

§ Kurangnya jam kerja

§ Rendahnya pendapatan

§ Ketidak cocokan antara pekerjaan dan keterampilan pekerjaan

5.1 .1. Kurangnya Jam Kerja

Catatan tentang jumlah orang yang bekerja belum mengungkap intensitas penggunaan tenaga kerja mereka. Ternyata terdapat banyak variasi jam kerja mereka. Tidak semua dari mereka bekerja penuh waktu. Mereka yang tidak bekerja penuh waktu itu jelas mencerminkan setengah pengangguran dalam arti tidak penuh.

Contoh: Bila kita anggap jumlah jam kerja 40 jam per minggu dianggap penuh waktu, maka mereka yang bekerja 40 jam per minggu mencerminkan ¾ ekuivalen pengangguran. Bila ada 4 pekerja yang bekerja seperti itu, maka pada hakikatnya kesempatan kerjanya bukan 4 orang, namun hanya 1 0rang sedang pengangguran ekuivalen adalah 3 orang.

Setengah pengangguran dihitung dengan cara sebagai berikut:

1 – Jam Kerja Riil x Jumlah pekerja

Jam kerhja penuh

1 – 10 x 4 orang = 3 orang

40

Ekuivalen penuh waktu ( EPW ) dapat langsung dihitung dengan:

EPW = Jam Kerja Riil

Jam Kerja Penuh

Dari indeks setengah pengangguran ( ISP ) itu dapat langsung diperoleh dengan rumus

ISP = ( 1 – EPW )

Dengan cara ini kita dapat menghitung besarnya setengah pengangguran. Bila jumlah ekuivalen ini ada pada jumlah pencari kerja, maka tingkat pengangguran akan lebih tinggi dari sekedar 2%. Pengangguran ekuivalen ini tidak tercatat sebagai pencari kerja terbuka, sehingga golongan ini disebut juga sebagai pengangguran tersembunyi atau kurangnya kesempatan kerja. Jelas bahwa kata setengah dalam setengah pengangguran disini bukan berarti ½ atau 50%, melainkan tidak penuh.

5.1.2. Kekurangan Pendapatan

Apabila seseorang mempunyai keterampilan tertentu, misalnya yang diperoleh dari pendidikan atau latihan tertentu dan bekerja di suatu lapangan usaha dan dalam lingkungan usaha tertentu, maka diharapkan ia akan memperoleh pendapatan sebesar yang secara normal dapat diperoleh dari pekerjaannya. Bila orang tersebut ternyata menerrima kurang dar itu, kenyataan ini mengandung petunjuk bahwa ia kurang dimanfaatkan oleh lingkungan kerjanya. Karena unit usaha hanya membayar sesuai dengan prestasi atau produktivitas yang direalisasikan, maka potensi kerja tidak dimanfaatkan sepenuhnya.

Permintaan tenaga kerja ada dalam posisi terbaik bila nilai produk marginal yang diperoleh dari penggunaan tenaga kerjanya sama dengan tingkat upah[11].

NPM = U

( VMP = W )

Bila pendapatan yang diterima lebih rendah dari yang seharusnya, NPM yang dihasilkan lebih rendah daripada yang seharusnya. Karena satu dan lain hal kenyataan bahwa NPM riil lebih rendah dari NPM potensial atau upah riil lebih rendah daripada upah potensial yang mungkin dapat dijangkaunya.

Masalsah yang harus diselesaikan adalah berapa banyak tingkat pendapatan yang diharapkan oleh seseorang dengan keterampilan tertentu. Dari pelajaran statistik didapatkan bahwa pendapatan yang diharapkan adalah sama dengan pendapatan rata – rata[12], atau dirumuskan:

E ( YK ) = YK2____

n

Di mana E ( YK ) adalah “ expented “ pendapatan untuk sesuatu keterampilan tertentu, k;n = jumlah individu dalam keterampilan k; dan i = individu.

5.1.3. Ketidakcocokkan Antara Pekerjaan dengan Kualifikasi Individual Pekerja

Apabila seseorang sudah dipersiapkan untuk menjabat suatu pekerjaan dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dari pendidikan dan latihan yang diperoleh sebelumnya, apabila ia sungguh – sungguh mengerjakan pekerjaan tersebut, maka ia diharapkan dapat memberikan produktivitas dengan sepenuhnya. Tenaga kerja yang ada dalam dirinya dapat digunakan sepenuhnya pula. Akan tetapi, bila terjadi ketidakcocokkan keterampilan dengan pekerjaannya, maka sukar bagi dia untuk memberikan prestasi secara penuh. Dengan kata lain, masih tersisa dalam dirinya potensi tenaga kerja yang tidak terpakai sehingga ia tidak tergolong “ full employment “.

Masalahnya adalah sebenarnya banyak potensi yang tidak terpakai. Dibandingkan dengan dua kriteria yang linnya, maka kriteria yang satu ini lebih sulit untuk mengukurnya. Di sini dibutuhkan indeks pengukur keserasian. Dalam kasus – kasus ekstrim dan dimana unit produksi mudah diukur, mungkin pencarian indeks ini lebih mudah.

5.2.1. Indeks Gabungan Setengah Pengangguran

Indeks gabungan setengah pengangguran ( IGSP ) dapat dirumuskan sebagai berikut[13]:

IGSP = 1 – ( IEPW )( b1 ) + ( Y )( C )( b2 + ( C )( b3 )

b1 + b2 + b3

Di mana:

IGSP adalah indeks gabungan setengah pengangguran

Y adalah pendapatan rata – rata

C adalah indeks ketidakcocokkan

b adalah bobot masing – masing faktor

Indeks semacam ini perlu dibuat setiap jenis jabatan. Oleh karena itu, perlu diatur prosedur untuk menghitung agar indeks tersebut mencerminkan realita. Indeks IEPW dapat diperoleh dengan mengolah data mentah yang mungkin sudah tersedia di Biro Pusat Statisti. Namun, untuk pendapatan yang diharapkan untuk setiap jenis jabatan masih perlu dikerjakan serangkaian suvei pendapatan. Survei yang lebih sulit juga perlu dikerjakan untuk memperoleh indeks ketidakcocokkan. Bila indeks gabungan itu mencerminkan ukuran ekuivalen penuh waktu, maka indeks setengah pengangguran diperoleh dengan mengurangkannya dari angka 1 seperti tersebut diatas.

5.2.2. Setengah Pengangguran Sektoral

Keadaan setengah pengangguran perlu diteliti lebih lanjut terdapat di sektor mana saja. Oleh karena itu, distribusi sektoral dari setengah pengangguran perlu dibuat. Daya dan dana dialokasikan sesuai dengan urutan beratnya masalah setengah pengangguran. Konsentrasi setengah pengangguran diduga banyak ditemukan di sektor pertanian dan perdagangan.

5.2.3. Setengah Pengangguran Regional

Peta setengah pengangguran perlu dilengkapi dengan distribusi menurut daerah dalam regional geografis dan dalam arti pedesaan – perkotaan. Penanganan masalah ini sering membutuhkan partisipasi aparat pemerintah daerah dengan gubernur sebagai penguasa tunggal. Untuk itu, peta regional seperti ini sangat bermanfaat.

6. KESEMPATAN KERJA PENUH DAN PENGANGGURAN ALAMIAH

Berdasarkan kepada keadaan yang menyebabkannya pengangguran biasanya dibedakan menjadi 3 jenis[14]: Pengangguran Friksional, pengangguran Struktural dan Pengangguran Konjungtor. Bagian ini akan menerangkan 2 jenis pengangguran yang pertama ( friksional dan struktural ) dan mengaitkannya dengan pengangguran ilmiah.

6.1. Pengangguran Ilmiah

Pengertian kesempatan kerja penuh atau full employment selalu salah ditafsirkan orang artinya. Banyak yang menganggap bahwa hal itu berarti dalam perekonomian tidak terdapat pengangguran – yaitu semua tenaga kerja dalam perekonomian tersebut sepenuhnya bekerja. Dalam analisis makroekonomi, dan juga dalam praktek pengangguran istilah itu, kesempatan kerja penuh adalah keadaan dimana di sekitar 95 persen dari angkatan kerja. Pengangguran yang berlaku pada tingkat kesempatan kerja penuh ini dinamakan tingkat pengangguran ilmiah atau natural rate of unemployment. Sebagian ahli ekonomi lebih suka menggunakan istikah NAIRU atau Non – Accelerated Inflation Rate of Unemployment[15], yang artinya tingkat pengangguran yang tidak akan mempercepat tingkat inflasi, untuk menggantikan istilah natural rate of unemployment.

Dalam memahami mengenai pengangguran ilmiah diatas, adalah lebih baik untuk mendalami (1.) Sebab – sebab dalam suatu perekonomian akan selalu terdapat pengangguran yang digolongkan kepada pengangguran ilmiah, (2.) Faktor – faktor yang menentukan besarnya tingkat pengangguran ilmiah.

6.2. Pengangguran Friksional dan Pengangguran Struktural

Setiap perekonomian yang mengalami pertumbuhan akan selalu menghadapi pengangguran friksional dan pengangguran struktural.

a) Pengangguran Friksional ( Friktional Unemployment )

Terdapat beberapa istilah lain yang mempunyai arti yang sama dengan penganggurab friksional. Sebagian ahli ekonomi menggunakan istilah pengangguran mencari ( search unemployment ) untuk menggantikan istilah pengangguran friksional. Pada dasarnya konsep ini dimaksudkan sebagai suatu jenis pengengguran yang disebabkan oleh tindakan seorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih baik atau lebih sesuai dengan keinginannya. Terdapat 3 golongan pengangguran yang dapat diklasifikasikan sebagai pengangguran friksional[16]:

# Tenaga kerja yang baru pertama sekali mencari kerja.

# Pekerja yang meninggalkan kerja dan mencari kerja baru.

# Pekerja yang memasuki lagi pasaran buruh.

b). Pengangguran Struktural ( Structural Unemployment )

Perekonomian yang mengalami pertumbuhan akan selalu berlaku keadaan di mana beberapa industri dan perusahaan berkembang dengan cepat dan beberapa kegiatan ekonomi lainnyamengalami kemunduran. Kemunduran yang berlaku di beberapa industri ini tidaklah dapat dipandang sebagai kemerosotan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan ekonomi seperti itu dinamakan pengangguran struktural atau structural unemployment. Dalam garis besar ada 3 sumber utama yang menjadi penyebab berlakunya pengangguran struktural[17].

1. Perkembangan teknologi

2. Persaingan dari luar negeri atau dari luar daerah

3. Perkembangan ekonomi suatu kawasan sebagai akibat dari pertumbuhan yang pesat dikawasan lain

Ahli – ahli ekonomi menganggap bahwa pengangguran friksional dan pengangguran struktural merupakan pengangguran yang wajar yang dianggap berlakunya tidak dapat dihindari. Inilah yang merupakan alasan mengapa ahli – ahli ekonomi menganggap kesempatan kerja penuh telah dicapai apabila pengangguran yang wujud adalah pengangguran friksional dan struktural.

c). Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Alamiah

Faktor penting yang menyebabkan berbagai negara menentukan tingkat pengangguran ilmiah, diantaranya[18]:

a. Faktor Demografi

Di negara – negara yang pertambahan penduduknya relatif cepat, lebih banyak anak – anak muda yang untuk pertama kalinya mencari pekerjaan dalam setiap tahun.

b. Bantuan keuangan kepada penganggur

Di negara – negara eropa tingkat penganggur pada umumnya adalah lebih tinggi dari di negara – negara maju lainnya.

c. Pengangguran struktural semakin meningkat

Kemajuan teknoligi yang semakin pesat, perubahan struktur ekonomi dari kegiatan yang tertumpu kesektor industri kepada sektor jasa – jasa dan perkembangan globalisasi dan persaingan dari luar negeri sangat menentukan berlakunya pengangguran struktural.

7. BEBERAPA TUJUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

§ Tujuan Bersifat Ekonomi

Dalam hal ini ada 3 pertimbangan utama, yaitu:

ü Menyediakanlowongan pekerjaan

Merupakan usaha yang terus – menerus. Dengan kata lain, ia merupakan usaha jangka panjang.

ü Meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat

Kenaikan kesempatan kerja dan pengurangan pengangguran sangat berhubungan dengan pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat.

ü Memperbaiki pembagian pendapatan

Pengangguran yang semakin tinggi menimbulkan efek yang buruk kepada kesamarataan pembagian pendapatan.

§ Tujuan Bersifat Sosial dan Politik

ü Meningkatkan kemakmuran keluarga dan kestabilan keluarga

Ditinjau dari segi mikro, tujuan ini merupakan hal yang sangat penting.

ü Menghindari masalah kejahatan

Di satu pihak pengangguran menyebabkan para pekerja kehilangan pendapatan.

ü Mewujudkan kestabilan politik

Kestabilan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang diperlukan untuk menikkan taraf kemakmuran masyarakat memerlukan kestabilan politik.

8. STATUS HUBUNGAN KERJA INFORMAL

Struktur status hubungan kerja ternyata ada kaitannya dengan setengah pengangguran sehingga masalah status hubungan kerja dibicarakab di sini dalam kaitannya dengan pengangguran. Status hubungan kerja yang bersifat formal terdiri atas majikan dan pekerjatetap, sedangkan status hubungan kerja informal terdiri atas pekerja mandiri, pekerja mandiri dengan bantuan tenaga lepas, dan pekerja keluarga tanpa bayaran.

Deskripsi utama tentang teknologi. Dengan perluasan jaringan listrik, penggunaan listrik sudah menyebar ke pedesaan dan menjangkau pengusaha kecil.

Deskripsi kedua tentang bahan mentah. Sulit dikatakan bahwa pengrajin perak di daerah Kota Gede Yogyakarta menggunakan bahan mentah lokal karena DIY tidak menggunakan tembang emas atau perak.

Deskripsi ketiga menyangkut permodalan. Pedagang atau pengusaha kecil biasanya enggan meminta kredit dari bank.

Deskripsi keempat tentang legalitas usaha dengan status informal. Untuk dapat melaksanakan usahanya, sebuah unit usaha formal perlu memperoleh berbagai izin

Deskripsi kelima mengenai kecilnya modal. Dalam hal ini dapat dipertanyakan tentang apa saja yang diperhitungkan sebagai modal.

8.1. Profil Sektoral

Dalam status informal ini kriteria jam kerja tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk menunjukkan setengah pengangguran dan pada gilirannya produktivitas yang rendah. Banyak kegiatan di status informal yang jam kerjanya panjang[19].

8.2. Profil Regional

Lokasi status informal perlu diketahui agar dimensi spesial dari permasalahannya dapat ditangkap. Regionalisasi mengandung dua pengertian atau administratif, misalnya provinsi atau kabupaten ( lokal ), dan geografis yaitu perkotaan dan pedesaan[20].

8.3. Profil Seksual

Target group yang dibedakan menurut jenis kelamin adakalanya bermanfaat mengingat arah penanganan yang mungkin berbeda laki – laki dan wanita. Meskipun sekarang kita ada di zaman yang sudah modern, namun ada suatu jenis jabatan yang feminim dan hanya cocok dikerjakan oleh wanita dan yang maskulin yang sebaiknya dikerjakan oleh laki – laki saja. Perpindahan profesi yang memang terpaksa harus dikerjakan dapat memicu pada gambaran status informal menurut seks ini[21].

9. KEBIJAKAN PENANGANAN

Pengangguran, setengah pengangguran atau informal merupakan tiga buah masalah ketenagakerjaan yang saling berkaitan. Yang jelas karena hal ini merupakan masalah sudah barang tentu memerlukan pemecahan. Bentuk pemecahannya berbeda – beda tergantung pada bentuk permasalahannya. Untuk itu kita dapat telusuri bentuk – bentuk permasalahannya[22].

9.1. Pengangguran Friksional

Ditinjau dari deskripsi permasalahan yang telah disinggung di muka, maka inti persoalannya terletak pada hambatan aliran informasi antara penawaran dan permintaan tenaga kerja. Oleh karena itu, penanganannya harus berupa usaha untuk mengintensifkan dan mengekstensifkan informasi. Intensif, agar informasi disebarkan dalam jumlah yang cukup. Penyebaran informasi yang secara ekstensif dimaksudkan agar menjangkau lokasi geografis seluas mungkin, cepat diketahui oleh yang bersangkutan untuk mempercepat bertemunya penawaran dan permintaan tenaga kerja.

Media cetak yang berupa surat kabar, majalah atau selembaran yang lain dapat digunakan untuk maksud itu. Bursa – bursa tenaga kerja dalam lengkungan Departemen Tenaga Kerja dan Lembaga –lembaga Swasta juga dapat memainkan peranan untuk mengatasi hambatan waktu dan tempat bagi aliran informasi pasar kerja.

9.2. Pengangguran Musiman

Masalah yan timbul dalam dimensi musiman ini adalah saat – saat di mana sedang terjadi off – season.Bila on – season, maka pengangguran ini dibutuhkan lagi sehingga mereka tidak perlu meninggalkan tempat tinggalnya jauh – jauh atau secara permanen. Salah satu pemecahannya memang berupa migrasi musiman ke daerah lain, namun tindakan seperti itu mahal bila ditinjau dari biaya sosial.

Salah satu alternatifnya adalah pengembangan jenis – jenis kegiatan yang bersifat off – farm atau non – farm di daerah pedesaan di mana irama musiman sudah merupakan suatu yang rutin. Penguasa likal dapat menentukan bentuk dari kegiatan off – farm tersebut. Keuntungan dari kegiatan ini adalah mengikat mereka dalam desa yang bersangkutan sehingga kemajuan dan keberhasilan mereka juga membawa dampak positif bagi pengambangan dasarnya.

9.3. Pengangguran Siklikal

Untuk menanggulangi pengangguran siklikal dibutuhkan kebijakan antisiklikal. Bebagai kebijakan seperti itu dapat berupa kebijakan yang tergolong meneter atau fiskal. Kebijakan moneter yang bersifat melawan konjungtor adalah memperluas uang yang beredar pada saat terjadi resesi dan mengerem jumlah uang yang beredar pada saat terjadi ekspansi yang berlebihan. Namun, yang dibicarakan di sini adalah hanya pada saat resensi yang berakibat terjadinya pengangguran siklikal.

Penurunan tingkat bunga pinjaman, penurunan rasio cadangan di bank tral dan pengembalian surat berharga mencari modal untuk berusaha. Investasi yang bergerak dapat menghidupkan kegiatan ekonomi sehingga meningkatkan permintaan tenaga kerja pula. Dampak yang sama juga diperoleh bila pemerintah meringankan tarif pajak atau memperbesar anggaran belanja pemerintah.

9.4 Pengangguran Struktural atau Teknologi

Inti masalah yang timbul dalam pengangguran struktural dan teknologi adalah gagalnya penyesuaian keterampilan mereka yang terkena dampak teknologi. Mereka memiliki keterampilan yang kaku dalam situasi yang baru. Oleh karena itu, pemecahannya harus diarahkan pada program latihan dan latihan ulang. Program – program untuk mendeteksi kebutuhan macam latihan sangat diperlukan agar program latihan efektif. Dalam hal ini, Dewan Latihan Kerja Nasional di Depnaker Pusat maupun Dewan Latihan Kerja Daerah dapat diminta jasanya untuk mengadakan studi kebutuhan latihan ini.

9.5 Setengah Pengangguran

Penyesalan masalah setengah pengangguran tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya kurang jam kerja, maka tindakan – tindakan yang bersifat ekspansif seperti diuraikan di muka dapat merupakan kebijakan dasar. Macam dan bentuknya yang konkret yang tergantung pada profil setengah pengangguran secara sektoral, regional dan sebagainya.

9.6. Status Hubungaban Kerja Informal

Status hubungan kerja informal pada umumnya berciri kurang produktif dan kurang remuneratif dibandingkan dengan status formal. Bertitik tolak dari konstantinasi ini salah satu arah pemecahannya adalah status informal menjadi formal. Status informal biasanya berskala kecil dan bersifat tradisional. Policy semacam ini bertujuan membuat informal menjadi perusahaan besar dan modern. Alokasi dana yang besar dibutuhkan sebagai konsekuensi dari kebijakan ini.

Cara pendekatan kedua diarahkan kepada usaha untuk menetapkan kedudukan status informal dibiarkan hidup, namun diusahakan lebih produktif dan lebih remuneratif. Bebagai latihan dan kredit merupakan paket yang saling melengkapi. Latihan bertujuan untuk menaikkan kualitas produk, sedangka kredit dibutuhkan untuk membiayai ekspansi atau survival mereka. Namun, yang dibutuhkan lebih lanjut adalah penguasaan pasar secara mantap. Pasar merupakan uji akhir dari daya tahan perusahaan

10. DEFINISI INFLASI

Inflasi merupakan kejadian ekonomi yang sering terjadi meskipun kita tidak pernah menghendaki. Milton Friedman mengatakan inflasi ada dimana saja dan selalu merupakan fenomena moneter yang mencerminkan adanya pertumbuhan moneter yang berlebihan dan tidak stabil ( Dornbusch & fischer; 2001 )[23].

Jika didefinisikan, inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukkan kenaikkan tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus[24]. Dari definisi tersebur ada tiga kriteria yang perlu diamati untuk melihat telah terjadinya inflasi, yaitu kenaikkan harga, bersifat umum, dan terjadi terus – menerus dalam rentang waktu tertentu. Apabila terjadi kenaikkan harga satu barang yang tidak mempengaruhi harga barang lain, sehingga harga tidak naik secara umum, kejadian seperti itu bukanlah inflasi.

11. INFLASI DAN KEADAAN YANG MENIMBULKANNYA

Terdapat banyak faktor yang dapat menimbulkan inflasi. Kenaikkan harga bahan mentah yang diimpor, kenaikkan harga bahanbakar, defisit dalam anggaran belanja pemerintah, pinjaman sistem bank yang berlebihan, dan kegiatan investasi yang sangat pesat perkembangannya merupakan beberapa contoh dari keadaan – keadaan dalam perekonomian yang dapat menimbulkan inflasi. Walaupun masalah inflasi dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor, secara analitis cukuplah apabila faktor – faktor itu dibedakan dan digolongkan kepada dua faktor berikut[25]:

a. Inflasi yang diakibatkan oleh perubahan dalam permintaan agrerat

b. Inflasi yang diakibatkan oleh perubahan dalam penawaran agrerat

Inflasi juga bisa terjadi jika meningkatnya uang – uang yang beredar. Ada beberapa jenis uang, diantaranya:

1. M1 adalah uang kartal

2. M2 adalah uang yang didepositokan

3. M3 adalah kartu kredit

4. M4 adalah uang yang beredar

11.1. Inflasi Sebagai Akibat Perubahan Permintaan Agrerat

Dalam membicarakan persoalan inflasi yang disebabkan oleh perubahan permintaan agrerat akan diperhatikan masing – masing keadaan berikut: i). Perubahan permintaan agrerat yang disebabkan oleh perubahan penawaran uang. Ii). Perubahan permintaan agrerat yang disebabkan oleh perubahan di sektor riil.

a. Penawaran Uang, Pendapatan Nasional dan Inflasi

Apabila diperhatikan pandangan ahli – ahli ekonomi mengenai hubungan dari ketiga – tiga variabel tersebut akan ternyata bahwa tidak terdapat konsensus dalam jawaban mereka. Untuk mengetahui pertentangan pendapat yang wujud tersebut akan diperhatikan tiga pandangan berikut: i). Pandangan ahli – ahli ekonomi klasik, ii). Pandangan golongan Keynesian, dan iii). Pandangan yang diyakini pada ketika ini[26].

i). Pandangan Ahli – ahli Ekonomi Klasik

Teori kuantitas uang dianggap sebagai salah satu fundasi penting dari pemikiran makroekonomi klasik. Teori itu menerangkan hubungan di antara penawaran uang dengan permintaan agrerat dantingkat harga. Pada dasarnya teori kuantitas klasik mengatakan: Perubahan – perubahan dalam penawaran uang akan menyebabkan kenaikan harga yang sama tingkatnya dengan tingkat kenaikan penawaran uang.

Teori kuantitas uang dinyatakan dalam persamaan MV = PT, dimana M adalah penawaran uang, P adalah tingkat harga, dan T adalah produk nasional yang dinyatakan dalam nilai kuantitas barang. Nilai MV pada hakikatnya menggambarkan nilai transaksi yang dilakukan dalam perekonomian dalam satu tahun tertentu, sedangkan PT menggambarkan nilai produk nasional nominal yang dibeli dalam tahun yang sama. Persamaan itu pada dasarnya menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat, yaitu nilai transaksi = nilai barang.

Dibalik teori itu terdapat tiga pandangan penting ahli – ahli ekonomi klasik. Yang pertama, menurut mereka seluruh penawaran uang yang terdapat dalam perekonomian digunakan untuk transaksi, yaitu untuk membiayai pembelian barang dan jasa[27]. Pandangan ini dapat dilihat apabila persamaan teori kuantitas dinyatakan sebagai berikut:

M = 1 PT

V

Persamaan tersebut pada dasarnya menyatakan bahwa benyaknya uang yang diperlukan dalam perekonomian adalah 1/V dari pendapatan nasional.

Yang Kedua, ahli – ahli ekonomi klasik berpendapat bahwa nilai V tetap. Pendapat ini didasarkan kepada keyakinan bahwa kebiasaan orang dalam penerima uang dan membelanjakannya relatif tetap[28]. Contoh: kebanyakan pekerja menerima pendapatannya setiap bulan, dan dalam setiap bulan cara membelanjakannya relatif sama – kecuali di masa – masa tertentu.

Yang Ketiga, Ahli – ahli ekonomini klasik berpendapat perekonomian selalu mencapai tingkat kesempatan kerja penuh. Dengan demikian perekonomian telah menciptakan produksi nasional secara maksimal, yaitu nilai T tidak dapat ditambah lagi[29].Berdasarkan kepada pandangan – pandangan inilah ahli – ahli ekonomi klasik mempunyai keyakinan seperti yang telah diterangkan diatas, yaitu: Pertambahan penawaran uang akan menimbulkan kenaikan harga yang sama tingkatnya dengan pertambahan penawaran uang.

Kurva Penawaran uang, tingkat harga dan pendapatan nasional: Pandangan klasik


P1 E1

Tingkat Harga

P0 E0


YF

Pendapatan Nasional Riil

ii). Pandangan Keynes

Teori keynes yang dikemukakan dalam buku: The General Theory, antara lain mencoba untuk menerangkan mengapa sesuatu perekonomian dapat mengalami pengangguran yang sangat serius. Depresi dan pengangguran yang serius di tahun 1930an menimbulkan keragu – raguan terhadap keyakinan seperti itu. Buku The General Theoty mengembangkan suatu teori yang menerangkan mengapa masalah depresi yang serious itu dapat berlaku dan tindakan yang bagaimana yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah itu.

Dalam teori Keynes menerangkan peranan uang dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi. Berbeda dengan pandangan klasik, keynes berpendapat “ uang tidak netral “ ( money is not natural ), ia mempunyai peranan dalam mempengaruhi kagiatan ekonomi dan pendapatan nasional melalui “ mekanisme transmisi “[30] berikut:

a. Pertambahan penawaran uang akan menurunkan suku bunga.

b. Pengurangan suku bunga akan menambahkan investasi.

c. Kebaikan investasi akan menimbulkan lebih besar dari kenaikan investasi yang pada mulanya berlaku

Kurva Uang dan Kegiatan Ekonomi: Pandangan Keynes


Tingkat Bunga P0 E 0 E 1

Y0 Y1 YF

Pendapatan Nasional Riil

iii). Pandangan Modern

Sehingga kini ahli – ahli ekonomi masih belum memperoleh konsensus mengenai hubungan di antara penawaran uang, kegiatan ekonomi dan tingkat harga. Berdasarkan kepada pemikiran – pemikiran ahli ekonomi sesudah klasik dan keynes, pandangan yang dikemukakan dapat dibedakan kepada tiga golongan: i) Pandangan golongan keynesian, ii) pandangan golongan monetaris, iii) pandangan golongan klasik baru.

b. Perubahan Sektor Riil, Pendapatan Nasional dan Inflasi

Perkembangan di sektor riil dapat disebabkan oleh perkembangan sektor luar negeri. Sektor dalam negeri meliputi kenaikan pengeluaran rumah tangga, kenaikan investasi swasta ( I ), kenaikan pengeluaran pemerintah ( G ) atau oengurangan pajak pendapatn dan pajak perusahaan.

11.2. Inflasi Sebagai Akibat Perubahan Penawaran Agrerat

Inflasi yang disebabkan oleh perubahan penawaran agrerat dinamakan juga sebagai inflasi desakan – biaya atau cost – push inflation. Dari istilah ini dapat diambil kesimpulan bahwa inflasi sebagai akibat perubahan penawaran ini adalah bersumber dari kenaikan biaya produksi yang menyeluruh di berbagai jenis industri dalam perekonomian.

12. JENIS – JENIS INFLASI

12.1. Berdasarkan Kenaikan Harga – Harga yang Berlaku

a) Inflasi Tarikan Permintaan ( Demand Full Inflation )

Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi.

b). Inflasi Desakan Biaya ( Cost Push Inflation )

Inflasi ini terutama berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahaan – perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi denagn cara memberikan gaji atau upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikkan harga – harga berbagai barang.

c). Inflasi Diimpor ( Imported Inflation )

Inflasi dapat juga bersumber dari kenaikkan harga –harga barang yang diimpor. Inflasi ini akan wujud apabila barang – barang impor yang mengalami kenaikkan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan – perusahaan.

12.2. Berdasarkan Tingkat atau Laju Inflasi

a. Moderat Inflation ( Laju inflasi antara 7 – 10 % ) adalah inflasi yang ditandai denga harga – harga yang meningkat secara lambat.

b. Galloping Inflation adalah inflasi ganas ( tingkat laju inflasinya antara 20 – 100 % ) yang dapat menimbulkan gangguan – gangguan serius terhadap perekonomian dan timbulnya distorsi – distorsi besar dalam perekonomian.

c. Hyper Inflation adalah inflasi yang tingkat inflasinya sangat tinggi ( di atas 100 % ). Inflasi ini sangat mematikan kegiatan perekonomian masyarakat.

13. DAMPAK INFLASI

13.1. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi

§ Ketika biaya produksi naik akibat inflasi, hal ini akan sangat merugikan pengusaha dan ini menyebabkan kegiatan investasi beralih pada kegiatan yang krang mendorong produk nasional.

§ Pada saat kondisi harga tidak menentu ( inflasi ) para pemilik modal lebih cenderung menanamkan modalnya dalam dalam bentuk pembelian tanah, rumah, dan bangunan.

§ Inflasi menimbulkan efek yang buruk pada perdagangan dan mematikan pengusaha dalam negeri.. Hal ini dikarenakan kenaikkan harga menyebabkan produk – produk dalam negeritidak mampu bersaing dengan produk negara lain sehingga kegiatan ekspor turun dan impor meningkat.

§ Inflasi menimbulkan dampak yang buruk pula pada neraca pembayaran. Karena menurunnya ekspor dan meningkatnya impor menyebabkan ketidakseimbangan terhadap aliran dana yang masuk dan keluar negeri. Kondisi neraca pembayaran akan memburuk.

13.2. Inflasi dan Kemakmuran Masyarakat

· Inflasi akan menurunkan pendapatan riil yang diterima masyarakat, dan ini sangat merugikan orang – orang yang berpenghasilan tetap. Pada saat inflasi naik, kenaikkan tingkat upah tidak secepat kenaikkan harga barang yang diperlukan dan dijual dipasar.

· Inflasi akan menguirangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.

· Inflasi akan memperburuk pembagian kekayaan, karena bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap dan mempunyai kekayaan dalam bentuk uang bisa – bisa jatuh miskin.

14. KEBIJAKAN ANTIINFLASI

Upaya – upaya untuk mengendalikan inflasi dapat berupa penerapan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter[31].

a. Kebijakan Fiskal merupakan kebijakan pemerintah untuk mengubah dan mengendalikan penerimaan dan pengeluaran pemerintah melalui APBN dengan maksud untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Bentuk kebijakan fiskal untuk jangka pendek berupa[32]:

1. Membuat perubahan yang berkaitan dengan pembelanjaan / pengeluaran pemerintah

2. Membuat perubahan yang berkaitan sistem pajak dan jumlah pajak yang ditetapkan.

Untuk jangka panjang kebijakan fiskal berupa[33]:

1. Kebijakan penstabilan otomatik artinya menjalankan sistem pajak yang telah ada.

2. Kebijan fiskal diskresioner artinya kebijakan yang secara khusus membuat perubahan terhadap sistem yang ada.

b.Kebijakan Moneter merupakan kebijakan yang dilakukan bank sentral dalam mengatur dan mengendalikan jumlah uang yang beredar. Kebijakan bank sentral ini ada yang bersifat kuantitatif dan ada yang bersifat kualitatif. Kebijakan yang bersifat kuantitatif[34], sebagai berikut:

a. Kebijakan operasi pasar terbuka yaitu membeli atau menjual obligasi pemerintah

b. Kebijakan tingkat diskonto yaitu kebijakan dalam menetapkan tingkat bunga

Kebijakan cadangan wajib yaitu kebijakan dalam menetapkan cadangan wajib untuk deposito bank dan lembaga keuangan lainnya.

15. BIAYA INFLASI

Reaksi terhadap kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang digunakan untuk menekan laju inflasi, harus diperhitungkan sebagai salah satu biaya inflasi. Reaksi tersebtu dapat berupa hal – hal berikut:

a. Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ).Bagi mereka yang terkena PHK, akan menanggung biaya inflasi sebesar penghasilan mereka yang hilang setelah mereka tidak bekerja.

b. Besar kenaikkan harga yang ditanggung masyarakat setiap hari membeli barang dapat juga dikatakan sebagai biaya inflasi. Dengan demikian,biaya inflasi dapat didefinisikan sebagai berikti.

Biaya inflasi adalah berbagai dampak yang ditimbulkan oleh inflasi dan menyebabkan beban – beban ekonomi secara tidak efisien ditanggung masyarakat[35].

16. INFLASI MERAYAP DAN HIPERINFLASI

Berdasarkan kepada tingkat kelajuan kenaikkan harga – harga yang berlaku, inflasi dapat dibedakan menjadi 3 golongan. Diantaranya:

16.1. Definisi Inflasi Merayap dan Hiperinflasi

Inflasi merayap adalah proses kenaikkan harga – harga yang lambat jalannya. Yang digolongkan dalam inflasi ini adalah kenaikkan harga – harga yang tingkatnya tidak melebihi dua atau tiga persen setahun. Hiperinflasi adalah proses kenaikkan harga – harga yang sangat cepat, yang menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat dalam masa yang singkat.

16.2. Inflasi Merayap dan Pertumbuhan Ekonomi

Segolongan ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi merayap adalah diperlukan untuk menggalakkan perkembangan ekonomi. Menurut mereka harga barang pada umumnya naik dengan tingkat yang lebih tinggi dari kenaikkan upah.Maka dalam inflasi merayap upah tidak akan berubah atau naik dengan tingkat yang lebih rendah dari inflasi. Sebagai akibatnya kenaikkan harga – harga yang berlaku terutama mengakibatkan pertambahan dalam keuntungan perusahaan – perusahaan.

16.3. Sumber Wujudnya Hiperinflasi

Hiperinflasi seringkali berlaku dalam perekonomian yang sedang menghadapi perang atau kekacauan politik di dalam negeri.

BAB III

PENUTUP

Dengan terselesaikannya makalah ini, mudah – mudahan makalah ini dapat bermanfaat wabil khusus saya sebagai penulis dan pada umumnya bagi teman – teman sekalian. Mudah – mudahan isi makalah ini dapat dijadikan referensi belajar.

KESIMPULAN

Dari makalah yang telah diuraikan dalam makalah ini, dapat saya simpulkan bahwa:

1) Pengangguran adalah orang – orang yang usianya berada dalam usia angkatan kerja dan sedang mencari pekerjaan.

2) Jenis – jenis pengangguran:

@ Berdasarkan penyebab: pengangguran friksional, pengangguran siklikal, pengangguran struktural dan pengangguran teknologi.

@ Berdasarkan cirinya: Pengangguran terbuka, pengangguran tersembunyi, pengangguran bermusim dan pengangguran setengah menganggur.

@ Dari teori ekonomi makro: Pengangguran sukarela dan pengangguran terpaksa.

3) Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran ilmiah: demografi, bantuan keuangan kepada pengangguran dan pengangguran strukturalsingkat meningkat

4) Status hubungan kerja informal: Profil sektoral, profil regional dan profil seksual.

5) Inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukkan kenaikkan tingkat harga – harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus.

SARAN

Demi suksesnya dalam pembuatan makalah ini, saya mengharapkan saran serta kritik dari para pembaca. Walau bagaimanapun saya merasa bahwa makalah ini belumlah sempurna dan saran para pembaca tentu akan sangat bermanfaat untuk pembuatan makalah selanjutnya.



[1] Asfia Murni, Ekonomika Makro, ( Bandung: Refika Aditama, 2006 ). Halaman 197

[2] Ibid.

[3] Sadono Sukirno, Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000 ). Halaman 472

[4] Arfida BR, Ekonomi Sumber Daya Manusia, ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002 ). Halaman 135 - 137

[5] Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2004 ). Halaman 330 - 331

[6] Asfia, Op. Cit. Halaman 199

[7] Ibid. Halaman 198 - 199

[8] Ibid. Halaman 202

[9] Ibid.

[10] Arfida, Op. Cit. Halaman 139

[11] Ibid. Halaman 140

[12] Ibid. Halaman 141

[13] Ibid. Halaman 142

[14] Sadono Sukirno, Op. Cit. Halaman 474

[15] Ibid. Halaman 475

[16] Ibid. Halaman 476

[17] Ibid. Halaman 477

[18] Ibid. Hlaman 478

[19] Arfida, Op. Cit. Halaman 145

[20] Ibid.

[21] Ibid.

[22] Ibid.

[23] Asfia, Op. Cit. Halaman 202

[24] Ibid. Halaman 203

[25] Sadono Sukirnao, Op. Cit. Halaman 483 - 495

[26] Ibid. Halaman 484

[27] Ibid.

[28] Ibid. Halaman 485

[29] Ibid.

[30] Ibid. Halaman 487

[31] Asfia Murni, Op. Cit. Halaman 207

[32] Ibid.

[33] Ibid

[34] Ibid. Halaman 208

[35] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar